Thursday, 31 March 2022

Peran Pariwisata dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional

 


Pengantar

Pada 23 Maret 2022 penulis diundang untuk memberikan Orasi Ilmiah pada Wisuda Institut STIAMI sekaligus pengukuhan kembali penulis sebagai Lektor Kepala yang telah penulis capai Terhitung Mulai Tanggal (TMT) 1 Oktober 2004. Untuk itu, dihaturkan ucapan terima kasih kepada Rektor Institut STIAMI Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng , M.M dan seluruh jajarannya atas kerjasamanya yang baik selama ini.

Sebagaimana diketahui, pada akhir 2019 jabatan akademik hasil banting tulang ini pernah hilang dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti) karena ada yang dengan sengaja menghapusnya.  Untung penulis punya banyak teman di Ditjen Dikti, L2Dikti, serta teman2 Rektor PT yg selalu siap membantu.


Orasi Ilmiah Dr. H. Dadang Solihin, SE, MA

Disampaikan pada Wisuda Program Vokasi, Program Sarjana dan Program Magister lnstitut llmu Sosial dan Manajemen STIAMI Ke-42 Semester Ganjil Tahun Akademik 2021/2022, sekaligus Pengukuhan Associate Professor

Gedung Aula Balai Sarbini, Cimanggis, Depok, Jawa Barat 23 Maret 2022

 

1.         Yth. Ketua Yayasan Ilomata Bapak Drs. Amrullah Satoto, S.AB, M.A,

2.         Yth. Rektor Institut STIAMI Bapak Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng, M.Si, beserta jajarannya

3.         Yth. Ketua Senat Institut STIAMI Bapak Prof. Dr. Mochammad Mulyadi, M.Si,

4.         Yth. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Bapak Suryo Utomo, S.E., Ak., M.B.T.

5.         Yth. Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III DKI Jakarta, Ibu Dr. Ir. Paristiyanti Nurwardani, M.P

6.         Yang berbahagia para Wisudawan dan Wisudawati serta Orang Tua dan Keluarga

7.         Hadirin sekalian

 

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Pada hari yang penuh kegembiraan ini, ijinkan saya untuk menyampaikan Orasi Ilmiah yang berjudul Peran Pariwisata dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional. Sebelum masuk ke dalam pembahasan yang lebih mendalam, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu Ketahanan Nasional.

Menurut Lemhannas RI[1], Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas Ketangguhan serta Keuletan dan Kemampuan untuk mengembangkan Kekuatan Nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, secara langsung maupun tidak langsung, yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan nasional.

Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

Selanjutnya Lemhannas RI[2] menambahkan bahwa Ketahanan Nasional sebagai konsepsi merupakan pisau analisis untuk memecahkan problem atau masalah kehidupan bangsa melalui pendekatan delapan aspek kehidupan nasional yang diistilahkan sebagai Astagatra.

Astagatra terdiri dari Trigatra dan Pancagatra. Trigatra adalah tiga aspek alamiah, yaitu aspek Geografi, Demografi, dan Sumber Kekayaan Alam yang merupakan potensi dan modal bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan, oleh karena itu Trigatra harus dikelola dengan baik. Sedangkan Pancagatra adalah lima aspek sosial, yaitu aspek Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan.

Ancaman terhadap bangsa Indonesia selalu ditujukan kepada aspek-aspek kehidupan Pancagatra yang senantiasa dinamis, oleh karenanya diperlukan upaya peningkatan ketahanan Pancagatra secara utuh dan menyeluruh.

Terjaganya kualitas Pancagatra dalam kehidupan nasional dan terintegrasi dengan Trigatra yang selalu terpelihara dengan baik, akan mewujudkan kondisi Ketahanan Nasional yang mantap. Penggabungan Trigatra dan Pancagatra akan menjadi Astagatra yang merupakan model pemetaan yang mantap dari sistem kehidupan nasional bangsa Indonesia.

Ketahanan Nasional dalam konteks konsepsi merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya dan perlu diimplementasikan kepada seluruh bangsa Indonesia sehingga akan terjalin pola pikir, pola sikap, pola tindak, dan pola kerja yang sama secara nasional, holistik, dan berorientasi global. Oleh karena itu konsepsi Ketahanan Nasional berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk mewujudkan sinergi dari seluruh bidang dan sektor pembangunan, termasuk sektor Pariwisata. Hari ini kita akan kaji bagaimana peran pariwisata dalam mewujudkan Ketahanan Nasional.

 

Hadirin yang berbahagia,

Pembangunan Industri Pariwisata Indonesia[3] saat ini sangat dipengaruhi oleh adanya pandemi Covid 19. Perubahan model bisnis dari traditional tourism management menjadi digital tourism management akan menjadi peluang dalam mempertahankan dan memulihkan sektor pariwisata nasional.

Orientasi segmen pasar akan bergeser dari Wisatawan Mancanegara menjadi Wisatawan Nusantara, hingga penerbangan internasional kembali pulih seiring penanganan pandemi Covid-19 yang semakin baik. Untuk itu, diperlukan strategi khusus terintegrasi dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor pariwisata, terutama dalam menghadapi masa recovery pada tahun 2022 ini sesuai kondisi global.

Dalam kerangka pembangunan Industri Pariwisata, terdapat sejumlah potensi yang telah berkembang sebagai modal utama dalam mendorong akselerasi industri pariwisata. Pertama, Pariwisata menciptakan rantai nilai usaha yang luas dan beragam. Pariwisata merupakan sektor yang memiliki keterkaitan rantai nilai kegiatan yang luas dengan berbagai jenis usaha sehingga mampu menciptakan lapangan usaha yang luas bagi masyarakat. Keterkaitan dan sinergi antar mata rantai usaha kepariwisataan merupakan faktor kunci yang membuat industri pariwisata berjalan dengan baik dan mampu memenuhi harapan wisatawan selaku konsumen. Penguatan sinergitas antar mata rantai pembentuk industri pariwisata harus selalu dibangun dan dikembangkan agar seluruh komponen dan sistem kepariwisataan dapat bergerak dan memberikan kontribusi serta perannya masing-masing dalam menciptakan produk dan pelayanan yang berkualitas bagi wisatawan. Kompetisi sektor kepariwisataan menuntut kemampuan pelaku industri pariwisata untuk dapat mengembangkan dan menjaga kualitas produk serta kredibilitasnya sehingga memiliki daya saing dan memperoleh kepercayaan dari kalangan konsumen/pasar.

Kedua, berkaitan dengan daya saing produk dan kredibilitas bisnis. Dalam penilaian tingkat daya saing kepariwisatan, Indonesia memiliki keunggulan dari sisi daya saing sumber daya pariwisata serta daya saing harga. Keunggulan daya saing tersebut diharapkan akan menjadi modal untuk menggerakkan pilar-pilar lain sehingga memiliki daya saing yang lebih tinggi, khususnya dari sisi manajemen atraksi/ daya tarik wisata, fasilitas pariwisata maupun aksesibilitas pariwisata. Upaya peningkatan daya saing produk dan kredibilitas bisnis terus didorong oleh Pemerintah Indonesia melalui berbagai bentuk bimbingan teknis dan kegiatan sertifikasi usaha pariwisata yang akan didorong secara lebih intensif ke depannya.

Ketiga, tanggung jawab lingkungan yang semakin tinggi. Era Pariwisata hijau (green tourism) dan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism), telah menumbuhkan kesadaran yang luas dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan untuk dapat mengelola dan memberikan perhatian pada aspek-aspek kelestarian lingkungan, melalui pengembangan paket-paket wisata yang mengandung unsur edukasi lingkungan (eco-tourism) maupun penerapan prinsip daur ulang terhadap material atau bahan pendukung operasional usaha pariwisata. Dari sisi pasar wisatawan juga semakin berkembang preferensi untuk memilih destinasi pariwisata yang lebih mengemban misi-misi pelestarian/ tanggung jawab lingkungan. Sehingga potensi tersebut memberi peluang bagi destinasi pariwisata di  Indonesia untuk lebih mewujudkan pengelolaan daya tarik dan produk wisata yang berwawasan lingkungan.

 

Hadirin yang berbahagia,

Pengembangan kepariwisataan nasional saat ini diarahkan menuju Quality Tourism Experience. Menurut UNWTO[4] aspek kualitas berkaitan dengan etika, transparansi dan penghormatan terhadap lingkungan manusia, alam dan budaya. Lebih lanjut, UNWTO menyatakan bahwa Quality mewakili tiga hal sekaligus. Pertama, sebagai Professionals Tools, kualitas dicapai dengan mengetahui dan mengendalikan secara umum, serta proses khusus untuk memberikan layanan yang menguntungkan. Sistematisasi kualitas melibatkan tiga tingkatan yang berbeda: (a) Organisasional; (b) Operasional; dan (c) Perseptual. Dalam pariwisata, kualitas harus melibatkan komitmen aktif dari sumber daya manusianya. Dalam hal destinasi Pariwisata, kualitas juga membutuhkan nilai keramah-tamahan dan hospitality dari penduduk lokal.

Kedua, sebagai sebuah Management Model kualitas terletak pada framework baru dari hubungan kerja dan kompetensi. Ini berarti beralih dari struktur piramida ke organisasi yang flat dan berorientasi pada proses. Dalam hal destinasi berkualitas, diperlukan komitmen yang solid dari publik-privat dan antar institusi.

Ketiga, sebagai Powerfull Marketing Tool kualitas menempatkan pelanggan sebagai pusat aktivitas, yang artinya mengetahui dan memperhatikan kebutuhan pelanggan yang juga merupakan tujuan pemasaran.

Oleh karena itu Quality harus menjadi bagian dari manajemen dan perencanaan, dengan tujuan akhir meningkatkan kinerja dan mengadaptasi penyediaan produk dan layanan, serta memperkuat variabel-variabel kompetitif bagi destinasi. Quality merupakan sebuah pilihan etis. Tanggungjawab dan perilaku untuk melakukan segala sesuatunya lebih baik dengan menghormati masyarakat dan lingkungan adalah masalah etis. Disinilah Quality, sustainability, social responsibility, accessibility menjadi satu. Karena tidak mungkin ada Quality tanpa etika.

Keberlanjutan (sustainability) memiliki prinsip yang sama dengan Quality karena pariwisata memerlukan strategi jangka panjang dan menggunakan sumber daya terbatas yang sangat rentan terhadap kerusakan, seperti alam dan warisan manusia. Tanpa hal tersebut minat dan motivasi wisata akan hilang. Keberlanjutan baik itu dalam hal sosial, kultural, ekonomi, dan lingkungan merupakan komponen Quality dalam pariwisata. Tidak mengherankan untuk melihat dua konsep ini terkait sangat erat terutama dalam mengelola destinasi pariwisata. Penerapan Quality Tourism ini akan menjadi acuan dalam pengembangan Kepariwisataan nasional kedepan.

 

Hadirin yang berbahagia,

Kembali kepada tema utama kita, yaitu peran Pariwisata dalam mewujudkan Ketahanan Nasional, ijinkan saya untuk menjelaskan hubungan Pariwisata dengan masing-masing Gatra dalam Pancagatra. Pertama, Pariwisata dan Gatra Geografi. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dan salah satu negara terluas di dunia dengan total luas negara 5.193.250 km (mencakup daratan dan lautan) dengan luas daratan 1.919.440 km dan lautan seluas 3.273.810 km. Berbagai macam aspek geografi sangat menentukan dalam industri pariwisata seperti kondisi iklim, keindahan alam, rute perjalanan, adat istiadat dan budaya setempat dan lain sebagainya untuk mendukung kegiatan pariwisata.

Ada suatu ilmu terapan, yaitu Geografi Pariwisata yang mengkaji unsur-unsur geografis suatu wilayah untuk kepentingan kepariwisataan. Unsur-unsur geografis itu memiliki potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Bentang alam pegunungan yang beriklim sejuk, pantai landai yang berpasir putih, hutan dengan beraneka ragam tumbuhan yang langka, danau dengan air yang bersih, merupakan potensi suatu daerah yang dapat dikembangkan untuk usaha industri pariwisata. Unsur geografis yang lain seperti lokasi/letak, kondisi morfologi, penduduk, berpengaruh terhadap kemungkinan pengembangan potensi obyek wisata. Daratan dan lautan Indonesia dengan potensi unsur-unsur geografis yang luar biasa sangat memberikan peluang besar bagi pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bangsa.

Kedua, Pariwisata dan Gatra Demografi. Jumlah penduduk Indonesia lebih kurang 273 juta jiwa, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, agama, serta kemajemukan budaya. Potensi sumberdaya manusia merupakan modal dasar dalam pembangunan nasional, khususnya sektor Pariwisata. Menurut World Tourism Organization[5] demografi merupakan salah satu faktor eksternal yang membentuk permintaan pariwisata. Struktur masyarakat yang terus berubah, dan untuk instansi publik dan swasta yang bekerja di sektor pariwisata adalah relevan untuk mempelajari perubahan-perubahan dalam rangka untuk mengantisipasi dan bereaksi terhadap perubahan dan menyusun cara dan strategi yang paling kompetitif.

Perubahan demografis berdampak pada pola permintaan traveling, termasuk frekuensi, lama tinggal, produk, dan akibatnya pada strategi komunikasi para pelaku bisnis pariwisata. Pada masa akhir-akhir ini disebutkan oleh WTO bahwa populasi di beberapa negara maju mengalami penuaan. Sementara pada negara berkembang lebih banyak populasi orang mudanya.

Hampir di seluruh negara, angka harapan hidup rata-rata mengalami peningkatan. Tingkat kesehatan dan pelayanan kesehatan di berbagai negara juga mengalami peningkatan. Hubungan dengan bisnis pariwisata adalah akan lebih banyak pada beberapa tahun mendatang, para wisatawan berusia tua. Mereka akan terlihat lebih fit dan sehat dalam usianya.

Ketiga, Pariwisata dan Gatra Sumber Kekayaan Alam. Indonesia yang berada di garis katulistiwa memiliki Sumber Kekayaan Alam yang beragam dan melimpah. Pada konteks pemanfaatan untuk pariwisata, kekayaan alam nasional dapat dijelaskan antara lain:

1.    Memiliki kawasan terumbu karang terkaya di dunia dengan lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 3.000 spesies ikan, 590 jenis karang batu, 2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan yang menciptakan 600 titik selam.

2.   Terdapat 50 taman nasional di Indonesia, enam di antaranya termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

3.      Memiliki lebih dari 400 gunung berapi dan 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif.

4.      Memiliki panjang garis pantai Indonesia sekitar 99.093 km.

Sumber Kekayaan Alam mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai modal pembangunan ekonomi dan penyangga kehidupan. Dalam pemanfaatannya pada kegiatan pariwisata, SKA dapat dijadikan modal pembangunan kepariwisataan serta pengelolaannya yang bersifat berkelanjutan.

Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang terdapat di darat dan laut terbatas jumlahnya sehingga pendayagunaannya harus dilakukan secara bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat, di samping keberadaan sumber kekayaan alam merupakan modal utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pelaksanaan pembangunan.

Keempat, Pariwisata dan Gatra Ideologi. Bangsa Indonesia telah menetapkan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Ketetapan tersebut telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dan merupakan kesepakatan nasional yang disebabkan oleh persamaan sejarah, nasib, dan cita-cita perjuangan demi mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Kegagalan menerapkan Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam penyelenggaraan industri pariwisata akan berakibat pada ketidakmampuan para stakeholders untuk lepas dari perangkap taken for granted.

Kajian mengenai ideologi dalam praktik pariwisata[6] menjadi penting guna mengenali asumsi dasar yang kemudian menjadi panduan pelaksanaan di tingkatan teknis. Sebagai pemisalan, segala hal yang menjadi keputusan para aktor/agen/penyelenggara pariwisata dalam suatu destinasi dalam menghadapi problem keseharian atau krusial, tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP ini merupakan hasil dari suatu konstruksi tertentu yang berangkat dari perspektif khas para produsernya terhadap realitas pariwisata yang diidealkan. Dengan kata lain, basis ideologi akan sangat menentukan bagaimana penyelenggaraan pariwisata dalam suatu sistem pariwisata yang dikonstruksi, dan, penerapan ideologi yang berbeda akan berimplikasi pada perbedaan langgam dan corak praktik pariwisatanya.

Kelima, Pariwisata dan Gatra Politik. Terjadi perubahan mendasar melalui perkembangan politik dalam negeri dimana tahap awal reformasi telah memberikan perubahan yang mendasar bagi demokratisasi di bidang politik dan ekonomi serta desentralisasi di bidang pemerintahan dan pengelolaan pembangunan.

Prof. Miriam Budiardjo mengatakan bahwa Politik dalam suatu negara (State) berkaitan dengan masalah kekuasaan (Power) Pengambilan Keputusan (Desicion Making), Kebijakan Publik (Public Policy) dan alokasi atau Distribusi (Allocation or Distribution).[7]

Pengembangan suatu bidang tidak akan terlepas dari proses Politik begitupun dengan bidang Pariwisata. Pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri untuk mencari kepuasan dari apa yang dialaminya setiap hari.

Keenam, Pariwisata dan Gatra Ekonomi. Ketangguhan perekonomian Indonesia sudah dibuktikan ketika menghadapi berbagai krisis global, terakhir dengan adanya Pandemi Covid-19. Ketangguhan ini banyak didukung oleh sektor pariwisata yang banyak memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

Dampak positif yang pertama adalah Foreign Exchange Earnings. Pengeluaran dari sektor pariwisata akan memberikan dampak positif bagi perkonomian masyarakat sekitar kawasan wisata. Selain bisa menggeliatkan perekonomian masyarakat lokal juga bisa memberikan stimulus berinvestasi yang nantinya akan menyebabkan sektor keuangan akan bertumbuh seiring dengan bertumbuhnya ekonomi masyarakat sekitar.

Banyak negara lain yang penghasilan utamanya dari sektor pariwisata. Dengan banyaknya wisatawan yang datang menyebabkan tumbuhnya bisnis Valuta Asing untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan yang datang ke tempat wisata tersebut.

Yang kedua adalah Contribution to Government Revenues. Kontribusi pendapatan pariwisata terhadap pemerintah dapat diuraikan dengan dua cara yakni kontribusi secara langsung dan kontribusi secara tidak langsung. Kontribusi secara langsung bisa berasal dari pajak yang didapatkan pada saat pengunjung datang untuk membeli tiket atau dari retribusi-retribusi yang ada di sekitar kawasan wisata. Sedangkan kontribusi yang tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah berasal dari bea cukai barang-barang import dan pajak yang dikenakan kepada pengunjung yang datang ke tempat wisata tersebut.

Yang ketiga adalah Employment Generation. Dengan adanya sektor pariwisata, terbukti bahwa pariwisata secara Internasional berkontribusi nyata terhadap pencapaian peluang kerja, usaha-usaha terkait pariwisata seperti akomodasi, transportasi, restoran dan usaha seni kerajinan (Souvenir).

Yang keempat adalah Infrastructure Development. Terbukti dengan adanya sektor pariwisata mendorong pemerintah lokal untuk menyediakan infrastruktur yang memadai dan lebih baik. Seperti air bersih, listrik, telekomunikasi, transportasi dan fasilitas pendukung lainnya yang akan meningkatkan kualitas hidup baik wisatawan dan juga masyarakat setempat.

Ketujuh, Pariwisata dan Gatra Sosial Budaya. Salah satu faktor yang mendorong bidang kepariwisataan adalah aspek sosial budaya, karena aspek sosial budaya merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan kegiatan kepariwisataan. Penelitian dengan menggunakan pendekatan metodologi deskriptif terhadap masyarakat di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kota Manado[8] menemukan fakta bahwa ternyata pariwisata dapat berkembang dengan baik bila ditunjang dengan peningkatan aspek sosial budaya masyarakat.

Banyak wisatawan melakukan perjalanan untuk merasakan budaya suatu daerah. Pariwisata menciptakan pertukaran budaya antara wisatawan dan warga masyarakat. Pameran, konferensi, dan berbagai kegiatan kebudayaan biasanya menarik orang asing. Otoritas penyelenggara biasanya mendapatkan keuntungan dari biaya pendaftaran, penjualan hadiah, ruang pameran, dan penjualan hak cipta media. Selain itu, turis asing membawa keragaman dan pengayaan budaya ke negara tuan rumah. Pariwisata bukan hanya peluang besar bagi orang asing untuk belajar tentang budaya baru, tetapi juga menciptakan banyak peluang bagi warga masyarakat yang memungkinkan wirausahawan muda untuk membangun produk dan layanan baru.

Kedelapan, Pariwisata dan Gatra Pertahanan Keamanan. Indonesia berada pada posisis strategis global yaitu pada silang dunia, dengan kekayaan alam yang menjadi sasaran dan tujuan negara-negara lain. Hubungan kepariwisataan pada Gatra Pertahanan dan Keamanan sangat esensial, terutama adalah faktor keamanan. Dalam banyak penelitian kepariwisataan, faktor keamanan merupakan hal penting dalam mendatangkan wisatawan selain faktor daya tarik wisata. Sehingga penciptaan keamanan nasional akan mampu berfungsi sebagai “push factor” kepariwisataan nasional.[9]

Ketahanan nasional berupa keuletan dan ketangguhan bangsa sangat diperlukan guna menangkal ancaman dan gangguan dari luar yang dapat melunturkan nasionalisme bangsa.  Melalui penyelenggaraan sistem keamanan nasional yang kokoh, pelaksanaan pembangunan beserta hasil-hasil yang telah dicapai dapat terhindar dari berbagai ancaman sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang aman dan sejahtera dalam rangka keutuhan NKRI.

 

Hadirin yang berbahagia,

Mari kita mulai dari Institut STIAMI

Dengan Visi “Menjadi Perguruan Tinggi yang Berakhlak Mulia, Unggul dan Berdaya Saing” dan Filosofi “Meningkatkan Derajat Kemuliaan Manusia melalui Pendidikan dengan Memiliki Sifat Positive Thinking, Sense of Belonging dan Cooperative”, Insha Alloh Institut STIAMI bisa berdiri paling depan untuk meningkatkan peran Pariwisata dalam mewujudkan Ketahanan Nasional.

Sebagai penutup orasi ilmiah ini, saya ingin menyampaikan beberapa strategi pembangunan Bidang Pariwisata. Pertama, dalam pengelolaan kualitas SDM pariwisata yang berdaya saing untuk lebih meningkatan kualitas SDM yang bekerja di bidang industri pariwisata yang memiliki sertifikasi di bidangnya. STIAMI bisa menyelenggarakan berbagai Tempat Uji Kompetensi.

Kedua, dalam pengembangan pemasaran Pariwisata, untuk lebih memanfaatkan teknologi serta media sebagai sarana pemasaran pariwisata, meningkatkan citra pariwisata Indonesia yang memiliki daya saing internasional, serta orientasi hasil pada kegiatan pemasaran dan perluasan pangsa pasar potensial. Para mahasiswa STIAMI bisa menciptakan berbagai aplikasi untuk mendukung pengembangan kepariwisataan.

Ketiga, dalam pengembangan daya tarik Destinasi Pariwisata, untuk lebih meningkatkan jumlah event, serta optimalisasi kolaborasi dengan industri kreatif untuk sebagai daya tarik destinasi pariwisata, serta pengembangan jumlah obyek wisata, baik yang sudah eksisting maupun baru sebagai destinasi wisata unggulan. STIAMI sebagai anggota pentahelix stakeholders dituntut untuk berkolaborasi lebih intens dengan anggota stakeholders lainnya.

Keempat, dalam pengembangan produk Industri Pariwisata, untuk lebih mengembangkan industri pariwisata yang memiliki daya saing global, serta meningkatkan kepatuhan dan tata kelola industri pariwisata.

Demikian yang dapat saya sampaikan, untuk mengakhiri orasi ilmiah ini, ijinkan saya untuk mengucapkan selamat kepada para wisudawan dan wisudawati, para orang tua, serta seluruh civitas academica Institut STIAMI. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Alloh SWT.  Aamiin YRA.

Wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamualaikum WR WB

 

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam, 1989, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, p.14

Lemhannas RI, 2011, Modul Materi BS Konsepsi Ketahanan Nasional

Nugroho, Saptono, 2020,  Basis Ideologi Praktik Pariwisata: Sebuah Tinjauan Filsafat, Cakra Pers, Universitas Udayana, Denpasar

Permenparekraf No. 12/2020 tentang Renstra Kemenparekraf 2020-2024.

Solihin, Dadang, 2021, Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government, Kuliah Tamu Pemerintahan Cerdas (PEMDAS) Program Studi Magister Teknologi Informasi (MTI) Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Jakarta, 10 November 2021, slide #8

Sutono, Anang, 2017, Percepatan Pembangunan Pendidikan Vokasi Bidang Pariwisata berbasis Penta Helix guna Peningkatan Daya Saing Bangsa dalam rangka Ketahanan Nasional, Taskap PPSA XXI, Lemhannas RI

The United Nations World Tourism Organization, 2017, Practical Guidelines for Integrated Quality Management in Tourism Destination

Waani,  Hanny Fernando, 2016, Sosial Budaya dalam Pengembangan Pariwisata di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kota Manado, e-journal “Acta Diurna” Volume V. No.2. Tahun 2016

World Tourism and Travel Council (2011). Travel and Tourism 2011.pp.1-42.



[1] Solihin, Dadang, 2021, Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government, Kuliah Tamu Pemerintahan Cerdas (PEMDAS) Program Studi Magister Teknologi Informasi (MTI) Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Jakarta, 10 November 2021, slide #8

[2] Modul Materi BS Konsepsi Ketahanan Nasional, 2011

[3] Permenparekraf No. 12/2020 tentang Renstra Kemenparekraf 2020-2024.

[4] The United Nations World Tourism Organization, 2017, Practical Guidelines for Integrated Quality Management in Tourism Destination

[5] World Tourism and Travel Council (2011). Travel and Tourism 2011.pp.1-42.

[6] Nugroho, Saptono, 2020,  Basis Ideologi Praktik Pariwisata: Sebuah Tinjauan Filsafat, Cakra Pers, Universitas Udayana, Denpasar

[7] Budiardjo, Miriam, 1989, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, p.14

[8] Waani,  Hanny Fernando, 2016, Sosial Budaya dalam Pengembangan Pariwisata di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kota Manado, e-journal “Acta Diurna” Volume V. No.2. Tahun 2016

[9] Sutono, Anang, 2017, Percepatan Pembangunan Pendidikan Vokasi Bidang Pariwisata berbasis Penta Helix guna Peningkatan Daya Saing Bangsa dalam rangka Ketahanan Nasional, Taskap PPSA XXI, Lemhannas RI


No comments:

Post a Comment