Sunday 31 December 2017

List of Presentations 2017

No
Topik
Keterangan
1.              
Optimalisasi Otonomi Daerah: Kebijakan, Strategi dan Upaya
Program Doktor Bidang Ilmu Sosial @Universitas Pasundan-Bandung, 14 Januari 2017
2.              
Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penyelarasan RPJMD-RPJMN
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu @Acacia Hotel-Jakarta, 25 Januari 2017
3.              


4.              
Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penyelarasan RPJMD-RPJMN
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Bantaeng @Ibis Mangga Dua Hotel-Jakarta, 7 Februari 2017
5.              
Berfikir, Bersikap, dan Berbicara untuk Membangun Karakter Positif
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Sikka @Favehotel PGC Cililitan-Jakarta, 15 Februari 2017
6.              


7.              
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD
Dialog Rektor dengan DPRD Provinsi Lampung @Harris Vertu Hotel-Jakarta, 24 Februari 2017
8.              


9.              
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD bagi Percepatan Pembangunan Daerah
Dialog Rektor dengan Pemda Kota Sawah Lunto-Sumatera Barat @Golden View Hotel-Batam, 3 Maret 2017
10.           

11.           
Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan Daerah oleh DPRD
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Tulungagung @Rivoli Hotel-Jakarta, 6 April 2017
12.           


13.           


14.           
Inovasi dan Data Pembangunan
Dialog Rektor dengan Pemda Kabupaten Kotabaru @Luminor Pecenongan Hotel-Jakarta, 28 April 2016
15.           
Penyusunan dan Evaluasi RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, dan Renja SKPD
Dialog Rektor dengan Bappeda Kabupaten Seram Bagian Timur @Ibis Senen Hotel-Jakarta, 12 Mei 2017
16.           
Monitoring dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah
Balai Pelayanan Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Bappeda Jabar @Ciater-Subang, 17 Mei 2017
17.           
Optimalisasi Peran DPRD Provinsi Banten dalam Menyusun Program Pembangunan Daerah
Dialog Rektor dengan DPRD Provinsi Banten @Hotel Seruni Puncak-Bogor, 20 Mei 2017
18.           

19.           

20.           
Administrasi Pembangunan di Indonesia: Perencanaan, Penganggaran, dan Pengawasan
Program Doktor Bidang Ilmu Sosial @Universitas Pasundan Bandung, 21 Juli 2017
21.           
Optimalisasi Otonomi Daerah Kebijakan, Strategi dan Upaya
Program Doktor Bidang Ilmu Sosial @Universitas Pasundan-Bandung, 16 September 2017
22.           

23.           
Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Dialog Rektor dengan Bappeda Kota Kupang @Ibis Senen Hotel-Jakarta, 10 Agustus 2017
24.           
Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Bekasi @Holiday Inn-Bandung, 24 Agustus 2017
25.           
Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial
Penyusunan LAKIP Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR @Grand Zuri Hotel-Bintaro, 21 September 2017
26.           


27.           


28.           
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Pringsewu @Hotel Novotel-Jakarta, 23 November 2017
29.           
Inovasi Pembangunan Daerah berbasis Teknologi Informasi
Dialog Rektor dengan Pemda Kota Palembang @Palembang, 22 November 2017
30.           
Penyusunan RKPD 2018
Dialog Rektor dengan DPRD Kabupaten Sumba Timur @Hotel 88-Jakarta, 12 Desember 2017
31.           


32.           


Wednesday 20 December 2017

MELINDUNGI NEGARA DENGAN MEMPERKUAT BPOM


Koran Sindo, 20 Desember 2017


Apa yang bisa kita lakukan untuk membela negara? Inilah pertanyaan sederhana yang mengandung banyak sekali jawaban. Dalam konteks ini, aksi bela negara yang sering luput dari perhatian publik adalah bagaimana melindungi seluruh anak negeri ini dari ancaman peredaran obat-obatan dan makanan berbahaya yang begitu mudah diakses di ruang-ruang publik dengan harga terjangkau. 

Terungkapnya penyalahgunaan Paracetamol Caffein Carisoprodol  (PCC) di kalangan generasi muda belum lama ini menjadi ancaman yang sebenarnya tidak boleh dianggap remeh. Bahkan, penggerebekan tempat produksi skala besar obat-obatan terlarang, termasuk di dalamnya pil PCC di Semarang dan Solo, Jawa Tengah, oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama kepolisian awal Desember lalu, menjadi warning bahwa ancaman ini boleh jadi sebagai salah satu bentuk proxy war dari pihak-pihak yang ingin menghancurkan generasi masa depan bangsa ini. Inilah aksi bela negara dalam bentuk nyata yang seharusnya digencarkan oleh pemerintah untuk menyadarkan masyarakat bahwa ancaman ini berada di sekitar kita tanpa pernah disadari. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Agustus lalu, sebenarnya baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Dalam Perpres tersebut, ada terobosan yang dilakukan Presiden dengan memberikan penambahan peran dari BPOM, yakni dengan menghadirkan deputi penindakan ke dalam organisasinya. 

Inilah kesadaran baru dari pemerintah untuk memperkuat BPOM yang selama ini dinilai banyak pihak sebagai lembaga yang sangat strategis namun perlu dioptimalkan, karena hanya bisa mengawasi tanpa pernah bisa bertindak. 

Dalam konteks ini, Presiden menyadari bahwa perlindungan warga negara dalam mengakses makanan dan obat-obatan yang aman menjadi hal penting untuk dilakukan. Di Amerika, lembaga semacam Food and Drug Administration (FDA) menjadi lembaga yang sama ditakuti seperti halnya Central Intelligence Agency (CIA) maupun Federal Bureau of Investigation (FBI). 

Selaras Nawacita  
Penulis melihat, kesadaran untuk memperkuat BPOM ini sebenarnya selaras dengan amanat Nawacita kelima dan keenam, yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dan meningkatkan daya saing rakyat. Dengan memproteksi masyarakat terhadap potensi atau ancaman peredaran makanan dan obat-obatan berbahaya maka di sanalah pemerintah telah menjalankan perannya. Namun, dalam menjalankan peran tersebut, tentu saja tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, dalam hal ini BPOM yang memiliki otoritas penuh. 

Kesadaran warga untuk mengonsumsi makanan dan obat-obatan yang aman harus terus diedukasikan. Di sisi lain, BPOM seharusnya juga semakin proaktif. Hadirnya unit baru, yakni deputi penindakan, harus segera direspons secara sigap. Implikasi dari hadirnya Perpres No 80 Tahun 2017 ini akan sangat berpengaruh besar terhadap ruang kerja BPOM yang selama ini hanya diberikan kewenangan untuk mengawasi. 

Untuk menjawab tantangan baru ini, BPOM setidaknya bisa melakukan pendekatan dynamic governance yang dikembangkan oleh Prof Neo Boon Siong dari Singapura. Dalam pendekatan ini, ada tiga hal yang dapat dilakukan secara dinamis. Pendekatan pertama adalah thinking ahead

Dalam hal ini, pemerintah terutama BPOM, didorong untuk segera mengidentifikasi faktor lingkungan berpengaruh, memahami dampaknya terhadap sosial-ekonomi, mengidentifikasi pilihan-pilihan yang memungkinkan masyarakat memanfaatkan kesempatan baru, serta menghindari potensi ancaman yang dapat menghambat kemajuan masyarakat. 
Secara sederhana, pendekatan ini mendorong BPOM untuk menilai dan meninjau kembali kebijakan dan strategi serta menyusun konsep baru kebijakan yang dipersiapkan untuk menyongsong masa depan. 

Pendekatan kedua adalah thinking again. Penekanan dari pendekatan ini adalah terus mengkaji semua kebijakan yang sedang berjalan. Adapun pendekatan ketiga adalah thinking across, yakni kemampuan untuk mengadopsi pikiran, pendapat, ide-ide lain di luar kerangka berpikir (mindset). Artinya, BPOM didorong untuk membuat benchmark  dengan cara belajar dari badan sejenis yang ada di kawasan Asia ataupun Amerika. Dari ketiga pendekatan tersebut, ada sebuah benang merah yang harus dilakukan, yakni riset!

Inilah yang selama ini kerap menjadi titik lemah kita semua dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan kebijakan baru. Riset ini menjadi langkah penting dalam merespons keinginan Presiden Jokowi yang telah memperlihatkan kesungguhannya untuk melindungi warga negara dari ancaman bahaya yang selama ini masih diremehkan banyak pihak. 

Untuk menjalankan riset ini, BPOM dengan segala kewenangannya seharusnya bisa melakukan koordinasi dengan institusi perguruan tinggi di daerah. Dalam tahap awal, riset-riset tersebut bisa dilakukan dengan menggandeng sejumlah perguruan tinggi negeri yang tersebar di daerah. 

Pemilihan perguruan tinggi negeri ini didasari karena institusi tersebut diasumsikan masih menggunakan anggaran negara untuk menjalankan operasional pendidikannya. Dengan melibatkan dan sinergi sesama "institusi pelat merah" ini diharapkan akan lebih menghemat anggaran riset yang pastinya tidak akan sedikit jumlahnya. Namun, kesadaran paling utama yang harus dibangun adalah sinergi ini menjadi bentuk nyata dari aksi bela negara. 

Secara umum, bela negara ini dapat diartikan sebagai konsep yang disusun oleh negara serta dilengkapi perangkat perundangan untuk membangkitkan patriotisme individu, kelompok, dan seluruh komponen untuk kepentingan mempertahankan eksistensi negara. 
Lantas, output dari riset yang dilakukan itu selanjutnya dijadikan dasar pijakan untuk lebih memperkuat institusi BPOM, terutama untuk menjalankan unit penindakan yang baru saja disahkan oleh Presiden Jokowi. Penulis percaya, dengan semakin kuat dan luas kewenangan yang diberikan kepada BPOM maka di sanalah pemerintah telah menjalankan tanggung jawab secara maksimal untuk menjaga warga negaranya dari ancaman makanan dan obat-obatan yang mengandung bahaya. 

Perlu diingat bahwa dalam lima tahun ke depan sampai 2030, Indonesia akan mulai memiliki bonus demografi. Bonus demografi ini ditandai dengan dominasi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) atas jumlah penduduk tidak produktif. Potensi bonus demografi ini tentunya akan menjadi beban ketika pemerintah tak mampu mengelolanya secara baik.  
Terakhir, kita berharap semoga di masa depan kasus-kasus semacam peredaran pil PCC ataupun penyalahgunaan rokok elektronik mengandung narkoba bisa diantisipasi sejak awal. Dengan penguatan lembaga BPOM ini diharapkan juga akan mendorong lahirnya generasi-generasi Indonesia yang semakin sehat dan kompetitif untuk merespons tantangan bonus demografi di masa mendatang. 

Tentunya, kita semua tidak menginginkan generasi masa depan Indonesia menjadi lemah akibat lalainya negeri ini dalam mengawasi sekaligus mengantisipasi potensi ancaman berbahaya yang datang dari makanan dan obat-obatan di ruang-ruang publik. 

Wednesday 13 December 2017

STANDAR KOMPETENSI PEJABAT DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI

Puncak-Bogor, 13 Desember 2017
Pendahuluan
Standar Kompetensi Pejabat di lingkungan Perguruan Tinggi diperlukan untuk:
  1. Sebagai dasar pemetaan kompetensi pejabat yang dibutuhkan Perguruan Tinggi,
  2. Dalam rangka menjamin obyektifitas dan kualitas pengangkatan pejabat dalam jabatan guna menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas jabatan secara profesional, efektif dan efisien,
  3. Memperjelas arah rekrutmen,
  4. Pengembangan pola karir, serta
  5. Sistem pendidikan dan pelatihan pegawai/pejabat,
Pengangkatan pejabat di lingkungan Perguruan Tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.
Kompetensi merupakan karakteristik dasar individu dan kemampuan (capability) yang dimiliki oleh seorang pejabat berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien.
Standar Kompetensi Pejabat di Lingkungan Perguruan Tinggi dibangun dari visi, misi, budaya organisasi, grand strategy, dan kebijakan Perguruan Tinggi.

Tujuan
Tujuan disusunnya Standar Kompetensi Pejabat di Lingkungan Perguruan Tinggi, yaitu:
  1. Sebagai salah satu pedoman bagi pengelolaan Modal Manusia (Human Capital) di lingkungan Perguruan Tinggi;
  2. Sebagai dasar pemetaan kompetensi pejabat yang dibutuhkan Perguruan Tinggi;
  3. Menjamin obyektifitas dan kualitas pengangkatan pejabat guna mewujudkan organisasi Perguruan Tinggi yang bersih dan berwibawa;
  4. Menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas jabatan secara profesional, efektif dan efisien; dan
  5. Memperjelas arah rekrutmen, pengembangan pola karir, serta sistem pendidikan dan pelatihan pejabat dan pegawai.

Ruang Lingkup
Standar Kompetensi Pejabat di lingkungan Perguruan Tinggi menjabarkan kompetensi yang harus dimiliki pejabat Perguruan Tinggi.

Kompetensi Inti (Core Competency).
Kompetensi Inti (Core Competency) merupakan kompetensi inti suatu organisasi yang membedakan dengan organisasi lain, yang dibangun dari visi misi, nilai, dan budaya organisasi Perguruan Tinggi.
Kompetensi Inti (Core Competency) wajib dimiliki seluruh pejabat Perguruan Tinggi di seluruh unit kerja dari level terendah hingga tertinggi.

Kompetensi Peran (Role Competency).
Kompetensi Peran (Role Competency) merupakan kompetensi yang dibangun atas dasar peran pejabat Perguruan Tinggi, yaitu Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Fungsional.

Pengertian
  1. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pejabat dalam suatu satuan kerja organisasi Perguruan Tinggi.
  2. Jabatan menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pejabat dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi Perguruan Tinggi.
  3. Pejabat yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut:
Level 6
Rektor
Level 5
Wakil Rektor
Level 4
Dekan Fakultas/Direktur Sekolah Pascasarjana/Wakil Direktur/Kepala LP2MK
Level 3
Kepala Biro/Wakil Dekan/Kepala UPT/Kepala Sekretariat
Level 2
Kepala Program Studi/Kepala Jurusan/Kepala Laboratorium/Kepala Bagian
Level 1
Sekretaris/Kepala Sub Bagian/Tenaga Administrasi

Kompetensi Inti (Core Competency)
Kompetensi Inti (Core Competency) terdiri dari 11 (sebelas) kompetensi, yaitu:
  1. Orientasi pada Pelayanan Pelanggan (Customer Service Orientation)
  2. Integritas (Integrity)
  3. Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation)
  4. Komitmen pada Kualitas (Quality Commitment)
  5. Disiplin (Discipline)
  6. Kerjasama (Teamwork) dan Kemitraan (Partnership)
  7. Pemikiran Analitis (Analytical Thinking)
  8. Pembelajaran Berkelanjutan (Continuous Learning)
  9. Inovasi (Innovation)
  10. Dampak dan Pengaruh (Impact and Influence)
  11. Pencarian Informasi (Information Seeking)

Orientasi pada Pelayanan Pelanggan (Customer Service Orientation)
Orientasi pada Pelayanan Pelanggan (Customer Service Orientation) adalah kemampuan untuk melayani dengan mengandalkan profesionalisme yang dimiliki atas dasar misi organisasi yang diemban untuk mendapatkan kepuasan, kepercayaan, dan pengakuan dari pelanggan (internal dan eksternal).
Orientasi pada Pelayanan Pelanggan (Customer Service Orientation) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Mendukung optimalisasi/peningkatan pelayanan dalam menjalankan misi organisasi sehingga terbangun kepuasan, kepercayaan, dan pengakuan pelanggan.
Level 5
Menyusun program peningkatan kepuasan/kepercayaan/pengakuan pelanggan dengan menggunakan hasil kajian.
Menetapkan target layanan pada setiap fungsi orgaisasi dalam rangka peningkatan kepuasan/kepercayaan/pengakuan pelanggan.
Level 4
Menyesuaikan latar belakang/ budaya/bisnis/kondisi pelanggan dalam menentukan aktivitas layanan yang spesifik dan tepat sasaran.
Memberikan alternatif solusi terhadap pelanggan.
Menggunakan pendekatan yang sistematis dalam memantau, mengevaluasi, dan mengukur tingkat kepuasan/kepercayaan/pengakuan pelanggan.
Level 3
Mengambil tanggung jawab sesuai kewenangan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas/masalah pelayanan.
Memelihara komunikasi 2 (dua) arah yang jelas tentang harapan kedua belah pihak untukmengetahui kepuasan pelanggan (misal mengecek kesesuaian layanan dengan kebutuhan/menerima kritikan/menggali masukan).
Memprediksi dan mengantisipasi masalah pelayanan yang berpeluang muncul.
Level 2
Peka dalam mengenali kondisi, kebutuhan/kesulitan pelanggan.
Menindaklanjuti kebutuhan/permintaan/kesulitan pelanggan dengan cepat dan tepat, berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Menginformasikan situasi terkini atas penanganan masalah pelanggan.
Level 1
Melayani pelanggan secara formal dalam waktu kerja.

Integritas (Integrity)
Integritas (Integrity) adalah berkomitmen menegakkan profesionalisme yang menunjang prinsip objektivitas dan nilai integritas melalui tindakan yang konsisten dengan nilai, kode etik profesi, dan peraturan organisasi dalam menjalankan visi dan misi organisasi untuk mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat luas, nasional, dan internasional.
Integritas (Integrity) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Mengembangkan budaya integritas agara terwujud landasan yang kuat dalam menjalankan misi organisasi dengan mengakui, menghargai, serta mendukung integritas dan komitmen yang ditampilkan semua komponen organisasi.
Level 5
Berani mempertanggungjawabkan tindakan/keputusan profesionalisme tidak populer demi mengutamakan perlindungan pada keamanan dan keselamatan masyarakat luas.
Level 4
Menindaklanjuti suatu penyimpangan dengan menegakkan aturan organisasi secara adil dan konsisten.
Berani mempertanggungjawabkan tindakan/keputusan profesionalisme meski dalam situasi sulit atau mendapatkan tekanan.
Level 3
Menjelaskan/mengajak/menghimbau/mengingatkan orang lain untuk bertindak konsisten dengan nilai, kode etik profesi/jabatan/prinsip profesionalisme/kebijakan organisasi.
Konsisten dalam bertindak objektif dengan tidak memihak kepentingan tertentu.
Berkomitmen untuk tidak menyalahgunakan kewenangan bagi kepentingan pribadi.
Menginformasikan tindak penyimpangan pada pihak yang berwenang untuk ditindaklanjuti.
Level 2
Bertindak sesuai nilai, kode etik profesi/jabatan/prinsip profesionalisme/kebijakan organisasi (misal menjaga rahasia organisasi).
Bertindak objektif berdasarkan fakta/riset/pengujian/penilaian/bukti ilmiah yang ada.
Berani menyampaikan pandangan dan prinsip yang diyakini benar pada orang lain.
Memastikan kesesuaian antara sikap/pekerjaan dengan nilai/kode etik profesi/kebijakan organisasi untuk menghindari penyimpangan.
Level 1
Menepati janji, bersedia mengakui kesalahan dan menerima kritik.

Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation)
Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation) adalah dorongan untuk melakukan segenap upaya dalam mencapai hasil terbaik dengan mengacu pada standar yang ditetapkan organisasi dan atau yang melekat pada tugas pokok dan fungsi yang diemban. Kemauan dan kemampuan untuk bekerja lebih baik, dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia.
Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menetapkan target dan sasaran organisasi yang semakin tinggi, dengan menjamin percepatan pencapaian strategi jangka panjang.
Level 5
Merumuskan program kerja dalam rangka mencapai target dan sasaran organisasi dengan menggunakan kajian yang komprehensif, akurat, dan terkini.
Mempertimbangkan kondisi dan kesiapan unit kerja lain dalam perumusan program kerja.
Level 4
Tertantang untuk mencapai target yang lebih baik dengan menggunakan standar institusi sejenis dalam dunia internasional sebagai perbandingan.
Menetapkan target kerja yang lebih spesifik dengan parameter keberhasilan yang terukur, yang dirumuskan secara operasional dengan menggunakan pendekatan yang baru/berbeda/alternatif.
Mempertimbangkan aspek risiko dan manfaat dalam mengalokasikan pemanfaatan sumber daya.
Level 3
Menetapkan target pribadi yang realistis dan menantang dengan menggunakan target standar/tupoksi sebagai acuan.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya (dengan sumber daya terbatas tetap mampu  mencapai target standar maupun dengan sumber daya yang memadai, mampu mencapai target yang melebihi standar).
Level 2
Memiliki dorongan untuk memaksimalkan upaya demi mencapai hasil terbaik.
Mencari informasi dan memahami tentang target dan parameter prestasi kerja yang harus dicapai.
Bertindak secara terarah untuk mempersiapkan sumber daya dan sarana kerja untuk merealisasikan pencapaian target.
Level 1
Bersemangat dalam menjalankan aktivitas kerja.
Bekerja sesuai dengan instruksi (dorongan eksternal).
Bekerja dengan hasil yang standar.

Komitmen pada Kualitas (Quality Commitment)
Komitmen pada Kualitas (Quality Commitment) adalah komitmen untuk bekerja lebih baik demi mencapai hasil yang semakin berkualitas. Kepedulian/ketaatan/kepatuhan terhadap keteraturan  prosedur untuk menjamin penerapan sistem manajemen mutu. Kualitas dalam hal ini mencakup segala parameter yang dipersyaratkan dalam sistem manajemen mutu yang dilakukan secara cepat, tepat, akurat, dan profesional.
Komitmen pada Kualitas (Quality Commitment) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Berkomitmen menetapkan target kualitas yang semakin baik, dengan tetap konsisten mendukung penerapan sistem manajemen mutu berupa kebijakan yang menjamin percepatan pemenuhan sarana kerja yang berkualitas dan sumber daya manusia memiliki kapabilitas dan kompetensi yang semakin unggul.
Memberikan pengakuan dan penghargaan atas konsistensi dan komitmen dari komponen organisasi yang telah menjalankan sistem manajemen mutu.
Level 5
Merumuskan program yang spesifik, untuk mempercepat pemenuhan sarana kerja yang berkualitas dan peningkatan kapabilitas/kompetensi sumber daya manusia dalam merealisasikan pencapaian kualitas yang semakin baik.
Memastikan konsistensi dari penerapan sistem manajemen mutu melalui pola pengawasan yang terpadu.
Level 4
Mengevaluasi pencapaian kualitas, ketersediaan sarana kerja, dan sumber daya manusia.
Mendefinisikan kriteria yang terperinci dan yang diperlukan untuk merealisasikan pencapaian kualitas yang semakin baik, meliputi sarana kerja dan sumber daya manusia.
Merancang/memperbaiki/mengembangkan/menyempurnakan prosedur baru atau yang sudah ada berdasarkan hasil evaluasi penerapan prosedur di lapangan.
Level 3
Berkomitmen pada kualitas dengan mengoptimalkan sumber daya (misal dalam keterbatasan sumber daya tetap dapat mempertahankan kualitas), mengarahkan orang lain agar mengerti pentingnya prosedur dijalankan dan agar peduli kualitas.
Melakukan supervisi pada proses kerja untuk memastikan bahwa orang lain menjalankan prosedur dan memastikan telah terpenuhinya seluruh parameter kualitas yang ditentukan.
Mampu mengidentifikasi kelemahan suatu prosedur/SOP berdasarkan penerapan di lapangan untuk menjamin kepatuhan individu pada prosedur.
Level 2
Berkomitmen mentaati prosedur dan memaksimalkan upaya untuk demi mencapai hasil kerja berkualitas.
Mencari informasi dan memahami tentang target dan parameter kualitas dan hasil kerja yag ditentukan.
Mempersiapkan sumber daya dan sarana kerja dan bekerja secara terarah untuk merealisasikan pencapaian kualitas.
Memeriksa ulang hasil kerjanya sendiri untuk mendeteksi kesalahan sejak dini dan memperbaikinya.
Memastikan kesesuaian antara pekerjaan sendiri dengan prosedur untuk menghindari kekuranglengkapan prosedur.
Level 1
Memperhatikan dan menyiapkan kelengkapan sarana penunjang kerja.
Sudah memperhatikan dan mentaati aturan maupun prosedur namun masih membutuhkan kontrol dari atasan.

Disiplin (Dicipline)
Disiplin (Dicipline) adalah kesanggupan pejabat di lingkungan Perguruan Tinggi untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Disiplin (Dicipline) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Selalu mentaati peraturan dan atau peraturan/ketentuan kedinasan yang berlaku.
Selalu bersikap sopan santun.
Level 5
Pada umumnya mentaati peraturan dan atau peraturan kedinasan yang berlaku.
Pada umumnya mentaati peraturan kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang dengan sebaik-baiknya.
Adakalanya tidak masuk kerja atau terlambat masuk kerja atau lebih cepat pulang dari waktu jam kerja yang ditentukan tanpa alasan yang sah, tetapi tidak lebih dari 40 (empat puluh) jam kerja dalam waktu 1 (satu) tahun.
Pada umumnya bersikap sopan santun.
Level 4
Karena kurang pengetahuan adakalanya mengabaikan ketentuan peraturan dan atau peraturan kedinasan, tetapi tidak menimbulkan kerugian negara atau dinas.
Pada umumnya menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang.
Adakalanya tidak masuk kerja atau terlambat masuk kerja atau lebih cepat pulang dari waktu jam kerja yang ditentukan tanpa alasan yang sah, tetapi tidak lebih dari 80 (delapan puluh) jam kerja dalam waktu 1 (satu) tahun.
Adakalanya kurang bersikap sopan santun.
Level 3
Adakalanya mengabaikan peraturan dan atau perintah kedinasan yang berlaku.
Adakalanya salah melaksanakan perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang.
Adakalanya tidak masuk kerja atau terlambat masuk kerja dan atau lebih cepat pulang dari waktu yang ditentukan tanpa alasan yang sah, tetapi tidak lebih dari 120 (seratus dua puluh) jam kerja dalam waktu 1 (satu) tahun.
Kurang bersikap sopan santun.
Level 2
Sering mengabaikan peraturan dan atau perintah kedinasan yang berlaku.
Sering tidak masuk kerja atau tidak masuk kerja dan atau lebih cepat pulang dari waktu yang ditentukan tanpa alasan yang sah, tetapi tidak lebih dari 120 (seratus dua puluh) jam kerja dalam waktu 1 (satu) tahun.
Level 1
Sering mengabaikan peraturan dan atau perintah kedinasan yang berlaku.
Sering tidak masuk kerja atau tidak masuk kerja dan atau lebih cepat pulang dari waktu yang ditentukan tanpa alasan yang sah, lebih dari 120 (seratus dua puluh) jam kerja dalam waktu 1 (satu) tahun.

Kerjasama dan Kemitraan (Teamwork and Partnership)
Kerjasama (Teamwork) adalah berkontribusi dan berkolaborasi secara sinergis dan disertai dengan komitmen untuk mencapai sasaran kelompok yang berorientasi pada kepentingan organisasi.
Kemitraan (Partnership) adalah mengenali, menjalin, dan mengoptimalkan hubungan kemitraan yang bernilai strategis, mencakup lembaga dan kelompok industri domestik maupun internasional, jaringan global, serta pemerintahan dalam negeri maupun asing.
Kerjasama dan Kemitraan (Teamwork and Partnership) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menciptakan kesempatan/peluang dan mendorong perluasan/ percepatan pencapaian sasaran organisasi melalui hubungan kemitraan yang bernilai strategis.
Memiliki kontak dengan tokoh/pihak kunci di dalam dan luar negeri serta mendayagunakan hubungan kemitraan tersebut.
Level 5
Mengefektifkan forum koordinasi lintas fungsi dengan semangat kerjasama dan keterbukaan.
Mempromosikan citra/reputasi kelompok dan organisasi untuk mendapatkan kepercayaan dari berbagai pihak.
Mengamankan/mempersiapkan implementasi kebijakan organisasi maupun pemerintah yang berpotensi menimbulkan konflik yang dapat mengganggu hubungan kemitraan maupun menghambat pencapaian tujuan.
Level 4
Mengkolaborasikan beberapa kelompok yang memiliki beragam fungsi dan kepentingan yang berbeda untuk membangun suatu kesepakatan maupun untuk bersinergi dalam menyelesaikan tugas.
Membangun lingkungan kerja yang terbuka dengan menghargai gagasan/partisipasi/hasil kerja dari anggota kelompok.
Memantapkan/mengoptimalkan kerjasama kemitraan untuk kepentingan organisasi.
Level 3
Membangun komitmen dengan memberdayakan orang lain dan menumbuhkan rasa memiliki dalam semangat kebersamaan (misalnya memotivasi, memberitahu, menghimbau, menyadarkan, dan menjelaskan peran orang lain agar aktif berpartisipasi).
Mengupayakan/memfasilitasi penyelesaian konflik dengan mengutamakan kepentingan organisasi diatas kepentingan individu maupun kelompok.
Mencari/menjajagi peluang kerjasama kemitraan yang mendukung penyelesaian tugas.
Level 2
Melakukan pendekatan dan berkolaborasi dengan orang lain atau kelompok untuk menyelesaikan masalah/tugas.
Bersikap saling percaya, terbuka, menghargai, mendukung, dan memberi semangat agar tercipta suasana kerja yang kondusif.
Level 1
Melakukan fungsi dan tugasnya secara efektif karena menyadari bahwa tugasnya mendukung pencapaian sasaran kelompok. Membagi informasi yang relevan dan bermanfaat.
Menjalankan komitmen yang disepakati.

Pemikiran Analitis (Analytical Thinking)
Pemikiran Analitis (Analytical Thinking) adalah kemampuan melakukan proses analisis terhadap masalah atau situasi meliputi proses mengidentifikasi masalah/situasi, mengelola informasi, dan mengidentifikasi alternatif solusi yang tepat.
Pemikiran Analitis (Analytical Thinking) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Melakukan pengambilan keputusan strategik dengan mempertimbangkan dampak bagi organisasi berdasarkan analisis yang telah dikaji sebelumnya.
Level 5
Mampu memecahkan masalah yang bersifat kompleks dalam skala lebih luas yang melibatkan lintas fungsi dan organisasi.
Mampu mengevaluasi/mengkaji berbagai solusi.
Level 4
Menetapkan solusi dengan menggunakan pertimbangan dari berbagai sudut pandang atau dari berbagai aspek (biaya, regulasi, sumber daya lain, faktor internal/eksternal, dll).
Menetapkan langkah antisipasi terhadap hambatan yang akan muncul.
Level 3
Mengenali hubungan majemuk/berantai (A>B>C>D).
Menganalisis beberapa faktor yang mempengaruhi dan yang menyebabkan terjadinya masalah.
Level 2
Menguraikan masalah menjadi bagian yang lebih kecil.
Dapat mengenali hubungan sebab dan akibat pada suatu masalah.
Menentukan pola kecenderungan atau gambaran umum suatu masalah.
Level 1
Memahami instruksi dan tuntutan dalam tugasnya.
Dapat mengenali adanya masalah yang sederhana/sesuatu yang kurang/aneh/berbeda di lingkup kerja.

Pembelajaran Berkelanjutan (Continuous Learning)
Pembelajaran Berkelanjutan (Continuous Learning) adalah kesediaan untuk menggali kebutuhan pembelajaran dalam diri. Mengembangkan proses/sistem pembelajaran yang berkelanjutan untuk memenuhi tuntutan perubahan dalam lingkup kerja sesuai dengan misi dan sasaran organisasi berupa peningkatan kompetensi, kapabilitas insani yang unggul.
Pembelajaran Berkelanjutan (Continuous Learning) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menetapkan target yang terukur terhadap misi Perguruan Tinggi sebagai organisasi pembelajar.
Membangun budaya pembelajaran berkelanjutan pada seluruh komponen individu dalam organisasi.
Level 5
Membangun sistem pembelajaran yang berkelanjutan yang terintegerasi dengan program pengembangan pegawai dalam organisasi baik yang mencakup kompetensi teknis maupun non teknis (meliputi metode, implementasi, parameter keberhasilan, evaluasi).
Level 4
Mengevaluasi metode pembelajaran yang selama ini diterapkan.
Mengusulkan metode/materi program pembelajaran berdasarkan kajian feasibilitas dari berbagai sumber.
Level 3
Membantu/mendukung orang lain serta mengkondisikan linkungan kerja agar proses pembelajaran berlangsung secara terus menerus.
Mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pengembangan orang lain sebagai pertimbangan dalam menciptakan metode pembelajaran di lingkup kerja.
Level 2
Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dalam diri berdasarkan aspek yang perlu dipertimbangkan.
Secara mandiri proaktif mencari dan menggunakan sarana/sumber pembelajaran (misal searching internet, membacara artikel, journal, bertanya/mengamati pada orang yang menguasai) dan menerapkan dalam proses kerja.
Berinisiatif mengajukan permintaan untuk mengikuti program pembelajaran.
Level 1
Bersedia mengikuti penugasan untuk mempelajari sesuatu.
Ingin tahu tentang sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya.

Inovasi (Innovation)
Inovasi (Innovation) adalah kemampuan untuk melakukan pembaharuan/perbaikan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, dinamika kondisi global (faktor ekonomi, sosial, kesehatan, iklim, dll) serta tuntutan pihak eksternal (pelanggan, masyarakat, lembaga, organisasi, pemerintah). Inovasi ini mencakup pembaruan metode dan sarana kerja, layanan, dan kebijakan.
Inovasi (Innovation) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Mendukung percepatan pelaksanaan inovasi, misalnya mengeluarkan kebijakan pemberlakuan standar sistem kerja baru, kebijakan kerja sama di dalam dan luar negeri.
Membangun budaya inovatif pada seluruh komponen individu dalam organisasi (misal mensyaratkan inovasi sebagai salah satu pendekatan/metode dalam mencapai sasaran strategik organisasi, di setiap kesempatan selalu mendengungkan pentingnya inovasi, selalu menayakan inovasi yang telagh dicapai).
Level 5
Dalam merumuskan rancangan pencapaian sasaran organisasi selalu berorientasi pada pendekatan yang inovatif.
Merancang sistem/media/sarana yang dapat mewadahi proses berkembangnya inovasi sebagai suatu budaya di seluruh komponen oraganisasi.
Level 4
Mendukung dan menindaklanjuti realisasi rumusan inovasi/ perbaikan/pembaruan.
Merumuskan secara operasional perencanaan inovasi agar mudah diimplementasikan pihak lain.
Level 3
Mengevaluasi metode kerja, sarana kerja maupun kebijakan yang ada.
Berinisiatif melakukan analisis/kajian tentang suatu kondisi global/tuntutan phak eksternal/masalah/peluang, yang menghasilkan solusi/pendekatan/gagasan yang baru/inovatif.
Level 2
Mempertanyakan metode kerja yang selama ini digunakan/ diberlakukan.
Kritis mengenali peluang maupun tuntutan dari eksternal untuk dikembangkan dalam suatu pembaharuan.
Mencari/mencoba cara maupun sarana alternatif/baru/berbeda, dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan atau teknologi terkini dalam menyelesaikan masalah atau tugas.
Level 1
Terbuka/berpikir positif untuk menerima/menjalankan ide baru atau ide yang berbeda.

Dampak dan Pengaruh (Impact and Influence)
Dampak dan Pengaruh (Impact and Influence) adalah kemampuan mempresentasikan sesuatu, mempengaruhi, meyakinkan, membujuk, memberi dampak pada pihak lain agar mendukung keyakitan dan mengikuti pandangan dan mengubah perilaku dengan menyertakan alasan, data, fakta, argumentasi, serta melalui pendekatan tertentu baik dalam forum informal maupun formal. Pihak lain adalah individu, rekan, pimpinan, mitra kerja, pelanggan, masyarakat, instansi atau institusi/lembaga lain. Forum informal dan formal meliputi kegiatan konsultasi, diskusi, presentasi, rapat kerja, penyuluhan, koordinasi antar unit, termasuk program komunikasi, informasi, dan edukasi.
Dampak dan Pengaruh (Impact and Influence) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menggunakan strategi mempengaruhi yang lebih beragam seperti membentuk koalisi dan atau membangun hubungan di belakang layar untuk suatu tujuan.
Mengambil keputusan untuk menyampaikan atau menahan informasi demi mendapatkan efek spesifik, dengan mempertimbangkan kepentingan dan perlindungan masyarakat.
Membangun budaya organisasi yang mengakomodasi keterbukaan komunikasi.
Mendukung percepatan terciptanya sistem komunikasi dan informasi yang terpadu di berbagai lintas fungsi dan seluruh komponen organisasi.
Level 5
Mengenali pihak yang membuat keputusan/kebijakan dan menggunakan pendekatan yang tepat untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dapat menggunakan pengaruh tidak langsung untuk mencapai hasil yang diinginkan berupa perubahan tindakan, mengikuti pandangan, persetujuan, kesepatkatan, dll.
Pengaruh tidak langsung dapat berupa menghadirkan tenaga ahli, memberdayakan tokoh kunci, melibatkan beberapa pihak A>B>C untuk memberi pengaruh pada pihak lain.
Bertindak sebagai mediator yang mampu memfasilitasi dan menjembatani komunikasi lintas fungsi dalam organisasi maupun dengan instansi/unit lain.
Level 4
Mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan pendekatan tertentu yang disesuaikan dengan karakter, kondisi, dan lingkungan.
Menetapkan langkah untuk mengantisipasi terhadap respon/tanggapan dari pihak lain.
Menggunakan pendekatan yang tepat dalam berkomunikasi berdasarkan karakter, kondisi, dan lingkungan.
Dapat berbicara atas nama/sebagai representasi dari organisasi pada pihak eksternal.
Level 3
Meyakinkan pihak lain dengan menggunakan beberapa tindakan/cara/langkah yang memadukan beberapa penjelasan/ argumentasi/prosedur/contoh/alasan logis/data yang relevan.
Menyampaikan/menampilkan topik secara sistematis yang merupakan integrasi dari sejumlah data dan fakta dalam suatu analisa.
Dapat beralih menggunakan alternatif argumentasi ketika suatu argumentasi sebelumnya tidak berfungsi/kurang berhasil meyakinkan pihak lain.
Level 2
Mempengaruhi pihak lain secara langsung dengan menyertakan penjelasan atau argumentasi berupa prosedur/aturan/contoh/alasan logis/data yang relevan baik dalam forum informal maupun formal.
Level 1
Menampilkan diri secara positif sehingga mendapatkan kesan baik atau respek dari pihak lain.
Memberi/membagi informasi yang dimiliki/yang dibutuhkan pihak lain untuk menjadikan pihak lain mengerti.

Pencarian Informasi (Information Seeking)
Pencarian Informasi (Information Seeking) adalah cara untuk mengetahui segala sesuatu menyangkut tugas atau masalah, yang diperoleh dari beberapa sumber dan melalui beberapa metode sehingga diperoleh informasi yang memadai dan akurat guna menetapkan solusi dan mengambil keputusan.
Pencarian Informasi (Information Seeking) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Memanfaatkan networking organisasi di dalam dan luar negeri untuk mendapatkan informasi yang spesifik.
Menciptakan sistem sendiri, memiliki sistem atau kebiasaan yang dikembangkan sendiri untuk mendapatkan informasi secara berkesinambungan (management by walking around, pertemuan informal secara periodik, pertemuan formal, kedekatan personal).
Level 5
Menggunakan kewenangan dari struktur organisasi formal untuk menyelenggarakan suatu forum yang melibatkan berbagai pihak terkait (internal dan eksternal) sebagai media untuk mengumpulkan informasi.
Menetapkan informasi tertentu dari setiap pihak dengan mempertimbangkan aspek politik, sosial, teknolgi, industri.
Level 4
Mengidentifikasi pihak tertentu yang dapat memberikan informasi spesifik.
Menggunakan metode yang lebih sistematis, terukur dan komprehensif untuk mendapatkan informasi yang lebih luas, misalnya riset dari referensi, analisis pustaka, kuisioner, penelitian.
Level 3
Menggunakan pendekatan tertentu untuk mendapatkan informasi yang lebih terperinci, mendalam, dan spesifik (menelusuri akar masalah, sesuatu yang tersembunyi di balik isue yang ada, motif, latar belakang, sudut pandang tertentu).
Dapat menggunakan strategi/cara tertentu untuk mendapatkan informasi ketika menghadapi kendala (misal pihak yang sulit/menolak memberikan informasi).
Level 2
Menggali atau mengumpulkan data/laporan/informasi tambahan dari beberapa sumber atau di luar sumber yang tersedia dari pihak utama dan pihak pendukung.
Memastikan keakuratan data melalui proses verifikasi/ klarifikasi/konfirmasi/observasi/memeriksa/membandingkan.
Level 1
Mencari informasi dari sumber yang tersedia (membaca prosedur yang ada).
Bertanya pada narasumber yang ada/saling terkait.
Hanya menerima data/informasi dari pihak lain.

Kompetensi Peran (Role Copetency)
Manajerial
Kepemimpinan Kelompok (Team Leadership)
Kepemimpinan Kelompok (Team Leadership) adalah kemampuan berperan sebagai pemimpin, yang meliputi tindakan mendelegasikan tugas, mengarahkan aktivitas orang lain, membangun lingkungan kerja yang efektif dan mengembangkan orang lain, demi pencapaian sasaran organisasi. Kepemimpinan dalam hal ini juga termasuk mempelopori dan mengelola perubahan serta memberikan inspirasi dan menggerakkan orang lain untuk merealisasikan visi misi organisasi.
Kepemimpinan Kelompok (Team Leadership) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menumbuhkan antusiasme dan komitmen semua orang untuk merealisasikan visi misi organisasi.
Menggunakan pendelegasian tugas-tugas strategis sebagai bentuk proses kaderisasi untuk mempersiapkan suksesi organisasi di masa mendatang.
Mempimpin perubahan dan menjadi panutan/role model bagi orang lain, yang tercermin dari keberanian untuk mengambil langkah besar bagi kepentingan organisasi yang berorientasi jangka panjang.
Level 5
Pendelegasian tugasnya selalu mengarah pada tindakan menyelaraskan, mengendalikan, dan menjamin keseimbangan kinerja antar fungsi.
Memberikan dukungan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan/sarana kerja untuk percepatan pencapaian sasaran.
Memahami dan menggunakan kondisi, situasi, perasaan, concern, motivasi, dan sasaran pribadi bawahan sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan pengarahan dan penugasan.
Memberi masukan mengenai arah dan strategi pada perubahan yang akan ditempuh dengan mempertimbangkan aspek risiko dan manfaat.
Level 4
Menggunakan berbagai pendekatan korektif dan evaluatif dalam rangka memperbaiki kualitas proses dan hasil kerja dan atau mengupayakan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya kesalahan, pelanggaran dan penyimpangan kerja.
Mengintegrasikan/mengkoordinasikan aktivitas unit kerja di bawahnya, termasuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran tugas.
Mengimplementasikan dan meonitor efektivitas program pengembangan.
Bertindak nyata dalam mempelopori, mempengaruhi, dan mengarahkan pandangan serta perilaku orang lain untuk mewujudkan visi misi dan mencapai sasaran organisasi.
Level 3
Mendelegasikan tugas pada anggota kelompok dengan target yang terukur dan mempertimbangkan kelebihan/kelemahan/ kemampuan masing-masing disertai dengan arahan yang jelas.
Menempatkan diri secara tepat, baik untuk memimpin, mendampingi, berpartisipasi, mengarahkan maupun untuk memotivasi anggota kelompok.
Mengenali kelebihan dan kekurangan bawahan secara lebih mendalam, sebagai dasar dalam melakukan tindakan pengembangan (salah satunya melalui coaching, counseling, training, dan penugasan).
Mengidentifikasi area yang memerlukan perubahan.
Level 2
Memberikan arahan pada orang lain/anggota kelompok hanya jika diperlukan.
Memastikan pencapaian kinerja diri sendiri.
Memberikan perlakuan yang sama pada setiap orang/anggota kelompok.
Level 1
Mendelegasikan tugas anggota kelompok tanpa mempertimbangkan kemampuan masing-masing/tanpa disertai target.

Pemikiran Konseptual (Conceptual Thinking)
Pemikiran Konseptual (Conceptual Thinking) adalah kemampuan memikirkan suatu pola dan membuat suatu konsep/pendekatan dalam rangka menetapkan solusi atau merumuskan suatu langkah.
Pemikiran Konseptual (Conceptual Thinking) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Melakukan pengambilan keputusan strategik dengan mempertimbangkan dampak bagi organisasi berdasarkan analisis yang telah dikaji sebelumnya.
Memiliki suatu konsep jelas dalam merealisasikan sasaran strategi organisasi.
Level 5
Mampu mengevaluasi/mengkaji berbagai solusi.
Menggunakan pengetahuan, pengalaman, teori, wawasan, serta hasil benchmark sebagai kajian dalam merumuskan konsep kebijakan atau konsep rencana.
Level 4
Menetapkan langkah antisipasi terhadap hambatan yang akan muncul.
Memikirkan konsep baru yang berbeda dari aternaitf solusi yang tersedia, dengan cara memodifikasi beberapa cara yang sudah ada/cara baru yang berfungsi sebagai pembanding, pelengkap, atau penyempurna.
Level 3
Menganalisis beberapa faktor yang mempengaruhi dan yang menyebabkan terjadinya masalah, sebagai dasar dalam menetapkan alternatif solusi dan risiko yang akan muncul.
Dapat mengaitkan antara pola kecenderungan/gambaran umum dengan solusi.
Level 2
Menentukan pola kecenderungan atau gambaran umum suatu masalah.
Menentukan solusi dengan mengacu pada ketentuan kerja yang berlaku/SOP/petunjuk pelaksanaan.
Level 1
Dapat mengenali adanya masalah yang sederhana/sesuatu yang kurang/aneh/berbeda di lingkup kerja.
Menggunakan pemikiran yang sederhana, seperti menggunakan/ memanfaatkan pengalaman sebelumnya.

Perencanaan, Pengorganisasian, dan Pengawasan (Planning, Organizing, and Controlling)
Perencanaan, Pengorganisasian, dan Pengawasan (Planning, Organizing, and Controlling) adalah kemampuan untuk menentukan sasaran yang hendak dicapai dengan menyusun rencana kegiatan dengan mengalokasikan sejumlah sumber daya, memantapkan rencana, serta memantau tugas untuk mencapai sasaran organisasi.
Perencanaan, Pengorganisasian, dan Pengawasan (Planning, Organizing, and Controlling) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menggunakan pendekatan sistematis untuk menyusun pendekatan sistematis untuk menyusun rencana dan mengintegrasikannya ke dalam suatu rancangan sasaran strategik yang terkonsolidasi.
Menjabarkan sasaran strategik organisasi, dalam suatu target kerja yang spesifik, terukur, menantang, dan realistis.
Menciptakan strategi masa depan dengan menggunakan indikator performance organisasi, sering adanya perubahan dan kecenderungan yang terjadi pada aspek, sosial, ekonomi, budaya, dan politik.
Level 5
Merumuskan rencana kerja yang mengacu pada kajian dan penjabaran target berupa kriteria/parameter keberhasilan.
Berkoordiansi dengan berbagai fungsi kerja pada organisasi dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Mengembangkan/menerapkan sistem pengendalian yang terkonsolidasi dalam memastikan pencapaian sasaran organisasi.
Menggunakan kajian tertentu sebagai dasar dalam mengusulkan arah/sasaran/rencana organisasi yang komprehensif.
Level 4
Menyusun program kerja berdasarkan kriteria/parameter keberhasilan yang harus dicapai.
Berkoodinasi dengan unit kerja lain untuk memantepkan rencana ke dalam pelaksanaan program kerja.
Melakukan evaluasi terhadap efisiensi dan efektivitas program kerja.
Dapat menjalankan peran/fungsi sebagai pengelola sekaligus sebagai pengendali/pengontrol di lingkup tugasnya, misal menindaklanjuti eveluasi/laporan suatu tugas, atau mengambil tindakan efektif terhadap pelaksanaan tugas yang tidak sesuai rencana melalui pertimbangan yang matang.
Level 3
Merencanakan tugas dalam suatu langkah operasional yang sistematis dalam kerangka waktu yang jelas, termasuk di dalamnya mengalokasikan sejumlah sumber daya.
Mengorganisasikan pelaksanaan kegiatan di lingkup unit kerja yang melibatkan pihak lain untuk disesuaikan dengan perencanaan kerja yang ada.
Memonitor proses untuk disesuaikan dengan rencana dan digunakan untuk evaluasi sederhana pada proses dan hasil kerja.
Level 2
Membuat perencanaan sederhana yang bersifat rutin untuk menyelesaikan tugas individu serta dapat menetapkan beberapa prioritas.
Memeriksa hasil kerja pribadi.
Level 1
Bekerja sesuai rutinitas.

Fungsional
Penguasaan/Keahlian Spesialis (Specialist Expertise)
Penguasaan/Keahlian Spesialis (Specialist Expertise) adalah kemampuan untuk menguasai, menerapkan, mengembangkan, dan membagikan pengetahuan/keahlian teknis yang terkait dengan tuntutan pekerjaan.
Penguasaan/Keahlian Spesialis (Specialist Expertise) dibagi menjadi 6 (enam) level, sebagai berikut:
Level 6
Menjadi narasumber dalam bidang pengetahuan/keahlian tertentu oleh pihak eksternal.
Mampu memanfaatkan keahliannya dengan menggunakan konsep baru untuk mempengaruhi dan mengoptimalkan efektivitas organisasi.
Level 5
Dapat diandalkan dalam menangani setiap persoalan yang menuntut pengetahuan/keahlian teknis dan dijadikan acuan oleh orang lain.
Menuangkan dan menyebarluaskan hasil pembelajaran dan pengetahuan/keahlian teknis yang dimiliki.
Mampu menjabarkan kompleksitas bidang yang dikuasai sehingga dapat mudah dipahami oleh orang lain.
Level 4
Menjadi narasumber dalam bidang pengetahuan/keahlian teknis tertentu.
Mampu menyelesaikan masalah di bidang keahliannya dengan menerpakan pengetahuan/keahlian teknis yang kompleks tanpa bimbingan ahli.
Memanfaatkan hasil pembelajaran dan penguasaan pengetahuan/keahlian teknis dalam mengembangkan/memperbaiki/menyempurnakan sistem/pola kerja/produk.
Level 3
Mengombinasikan beberapa hal dalam bidang pengetahuan/keahlian teknis yang dimililki untuk melaksanakan pekerjaan.
Membagi pengetahuan/keahlian teknis yang dimiliki pada orang lain.
Aktif memperbaharui/mengembangkan dan menerapkan pengetahuan/keahlian teknis bagi kepentingan organisas.
Level 2
Dapat mengenali masalah sederhana dalam pekerjaan dan dapat menetapkan solusi dengan memanfaatkan pengetahuan/keahlian teknis dasar yang dimiliki, dengan bantuan orang lain.
Menyadari adanya kebutuhan untuk mengembangkan pengetahuan/keahlian teknis.
Level 1
Menguasai pengetahuan/keahlian teknis dasar sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
Masih membutuhkan arahan maupun perintah pimpinan/membutuhkan bimbingan untuk menyelesaikan tugas terntentu pada situasi tertentu.

Tingkat Pendidikan dan Diklat Pejabat Perguruan Tinggi


Level
Tingkat Pendidikan Minimal
Lulus Diklat (Setara)
Level 6
S3
Lemhannas/ PIM I
Level 5
S3
PIM I
Level 4
S3
PIM II
Level 3
S2
PIM III
Level 2
S1
PIM IV
Level 1
S1
Prajab